JAMINAN PERLINDUNGAN HAK
ASASI MANUSIA PADA PENYANDANG DISABILITAS
DI SUSUN OLEH:
FENNI SUTRISNI
(3142111031)
KELAS REGULER B 2014
JURUSAN PPKn
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI
MEDAN
2015
ABSTRAK
Setiap orang berhak mendapat
jaminan dari Negara terhadap perlindungan hak-hak asasi yang dimilikinya
termasuk jaminan perlindungan hak asasi bagi para penyandang disabilitas atau
bisa juga disebut penyandang cacat. Penyandang disabilitas atau penyandang
cacat memerlukan jaminan perlindungan hak asasi yang lebih ketimbang dengan
orang normal lainnya karena mereka sangat rentan dengan deskriminasi dan
pengucilan dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Perlindungan hak asasi
manusia di Indonesia sebenarnya sudah diatur pada Undang-Undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pada pasal 28A- 28J yang mengatur tentang hak asasi
manusia. Namun UUDNRI Tahun 1945 belum cukup untuk menjamin pemenuhan hak asasi
manusia seluruh warganya untuk itulah di Indonesia juga terdapat UU yang
didalamnya menjamin perlindungan hak asasi manusia seperti Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Untuk
penyandang disabilitas atau cacat pemenuhan jaminan hak asasi manusianya dengan
tegas diatur dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pengesahan Convention on the Right of Persons With Disabilities (Konvensi
Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. Namun semua peraturan perundang-undangan
yang ada belum cukup menjammin pemenuhan HAM penyandang disabilitas tanpa ada
dukungan dari masyarakat untuk ikut serta menghargai dan menghormati hak asasi
penyandang disabiliitas.
LATAR BELAKANG MASALAH
Seperti yang kita ketahui bahwa Hak
Asasi Manusia merupakan anugrah dari Tuhan YME yang di bawa sejak lahir. Setiap
orang atau individu-individu memiliki haknya masing-masing. Secara sederhana
orang awam cenderung memandang hak asasi manusia sebagai harga diri. Untuk
itulah dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang banyak orang yang berussaha
melindungi harga diri atau hak asasinya baik secara sadar maupun tidak sadar.
Karena dengan mempertahankan harga dirinyalah maka seseorang pasti menganggap
dirinnya berharga.
Menurut Franz Magnis Suseno dalam
(Majda El-mujtaj, 2012:1) beranggapan bahwa membicarakan hak asasi manusia
(HAM) berarti membicarakan dimensi kehidupan manusia. HAM, ada bukan di berikan
oleh masyarakat dan kebaikan dari Negara, melainkan berdasarkan martabatnya
sebagai manusia.
Sedangkan pengertian hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang di
berikan oleh oleh hukum. Perwujutan hukum menjadi hak dan kewajiban itu terjadi
dengan adanya perantaraan pereistiwa hukum. Istilah hak mmemiliki banyak arti,
hak dapat diartikan sebagai suatu yang benar, kewenangan, kekuasaan untuk
berbuat sesuatu, atau kebebasan, kemerdekaan. Hak menggacu pada kebebasan yang
mendapat jaminan hukum (Husin, 2013:74-75).
Dari
penertirtian diatas dapat dikatakan bahwa melindungi hak asasi merupakan harga
mati magi seorang manusia. Mendapatkan perlindungan, penghargaan dan pengakuan
hak asasi dalam kehidupan sosial merupakan tujuan dari seorang manusia sehingga
mereka berinteraksi dan bergabungn dalam kehidupan sosialnya. Jika seseorang
mendapat perllindungan, penghargaan dan pengakuan terhadap hak asasinya maka
dapat dikatakan seseorang tersebut berharga dan dapat menempatkan dirinya dalam
kehidupan bermasyarakat.
Namun
tidak jarang dalam kehidupan sehari-hari kita malah menemukan pelanggaran hak
asasi manusia baik secara sengaja maupun tidak sengaja terkhusus pada
penyandang disabilitas. Pendeskriminasian secara terang-terangan juga banyak
kita temui pada penyandang disabilitas. Bahkan Negara sebagai organisasi besar
yang seharusnya dapat memberikan jaminan perlindungan hak asasi pada para
penyandang disabilitas secara utuh dan menyeluruh sesuai dengan Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39
tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 hanya terlihat angkat tangan dan acuh tak
acuh.
KAJIAN TEORITIS
A.
TEORI PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA
Menurut Ibrahim Anis dalam (Majda,
2012:1) secara etimologis, hak asasi manusia terbentuk dari 3 kata, hak, asasi,
dan manusia. Dua kata pertama, hak dan asasi berasal dari bahasa Arab,
sementara kata manusia adalah bahasa Indonesia. Kata haqq terambil dari kata
haqqa, yahiqqu, haqqaan, artinya benar, nyata, paasti, tetap, dan wajib. Apabila
di katakana yaiqqu alaika antaf ‘ala kadza, itu arinya kamu wajib melakukan
seperti ini. Berdasarkan pengertian tersebut, maka haqq adalah kewenangan atau
kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kata assasiy
berasal dari akar kata assa, yaussu, asassan, artinya membangun, mendirikan,
meletakkan.
Sedangkan pengertian hak itu
sendiri menurut Husin (2013: 74-75) adalah kewenangan atau kekuasaan yang di
berikan oleh oleh hukum. Perwujutan hukum menjadi hak dan kewajiban itu terjadi
dengan adanya perantaraan pereistiwa hukum. Istilah hak memiliki banyak arti,
hak dapat diartikan sebagai suatu yang benar, kewenangan, kekuasaan untuk
berbuat sesuatu, atau kebebasan, kemerdekaan. Hak menggacu pada kebebasan yang
mendapat jaminan hukum.
Pengertian hak asasi manusia
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 menegaskan bahwa Hak Asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk
tuhan yang maha esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention on the Right of Persons With
Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) menyatakan
bahwa hak asasi manusia hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, bersifat universal, dan langgeng sehingga harus dilindungi, dihormati
dan dipertahankan.
Todung Mulya Lubis (1993:14-25)
menyebutkan bahwa ada empat teori tentangn HAM, yaitu:
- Hak-hak alami (natural right), berpandangan bahwa HAM adalah hak yang dimiliki oleh seluruh manusia pada segala waktu dan tempat berdasarkan takdirnya sebagai manusia.
- Teori positivis (positivist theory), yang brpandangan bahwa karena hak harus tertuang dalam hukuman yang riil, maka dipandang sebagai hak melalui adanya jaminan konstitusi.
- Teori relativis kultural, berpandangan bahwa mengannggap hak itu bersifat universal merupakan pelanggaran satu dimensi kultular terhadap dimensi kultulat yang lain, atau disebut dengan imperialism kultural.
- Doktrin marxis, teori ini menolak hak-hak alami karena Negara atau kolektivitas adalah sumber galian seluruh hak.
2
B.
TEORI SERTA JAMINAN HAK ASASI MANUSIA PADA
PENYANDANG DISABILITAS
Menurut
Mulyono dalam (Indah Triutari, 2014:226) Istilah penyandang disabilitas atau
yang biasa disebut dengan anak berkebutuhan khusus atau anak dengan hambatan
dapat dimakanai dengan “anak-anak yang tergolong cacat atau oenyandang ketunaan
dan juga anak potensial dan berbakat.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat menyatakan bahwa
penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya
untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari :
1.
Penyandang cacat fisik;
2.
Penyandang cacat mental;
3.
Penyandang cacat fisik dan mental;
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Right Of Persons
With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) menyatakan
bahwa Negara Indonesia Negara yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sehingga perlindungan daan pemajuan hak asasi manusia terhadap
kelompok rentan khususnya penyandang disabilitas perlu ditingkatkan.
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The
Right Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang
Disabilitas) Menyatakan Bahwa hak-hak penyandang disabilitas dharus bebas dari
penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi, merendahkan mertabat manusia,
bebas dari ekspoitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta memiliki hak
untuk mendapat penghormatan atas intergitas mental dan fisiknya berdasarkan
kessamaan dengan orang lain. Termasuk diddalamnya hak untuk mendapatkan
perlindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan
darurat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Right Of Persons With
Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) juga Menyatakan
bahwa Negara berkewajiban merealisasikan hak yang terrmuat dalam konvensi,
melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan,hukum dan administrasi dari
setipa Negara, termasuk mengubah peraturan perundang-undangan, kebiasaan dan
praktik yang deskriminatif terhadap penyandang disabilitas, baik perempuan
maupun anak, menjamin partisipasi penyandang disabiltas dalam segala aspek
kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, perkerjaan, politik, olah raga, seni,
dan budaya, serta pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi.
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Juga dengan tegas mengatur jaminan hak-hak
dasar warga Negara seperti pada BAB III mengenai hak asasi manusia dan
kebebasasan dasar manusia yang mengatur tentang hak untuk hidup pada bagian
kesatu, hak mengembangkan diri pada bagian kedua, hak mengembangkan diri pada
bagian ketiga, hak memperoleh keadilan pada bagian keempat, ha katas kebebasan
pribadi pada bagian kelima, hak atas rasa aman pada bagian keenam, hak atas kesejahteraan
pada bagian ketujuh, hak turut serta ddalam pemerintahan pada bagian kedelapan,
hak wanita pada bagian kesembilan dan hak anak pada bagian kesepuluh.
ANALISIS TEORITIS
Secara tegas sebenarnya
Indonesia sebagai Negara hukum sudah mengatur tentang perlindungan Hak Asasi
Manusia atau yang sering disebut dengan HAM. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Idonesia
Tahun 1945 Pasal
28A-28J, seperti:
a)
Hak kebebasan beragama dan beribadat sesuai dengan kepercayaannya.
b)
Bebas unntuk berkumpul.
c)
Hak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adail.
d)
Hak untuk berkerja dan memperoleh hasilnya.
e)
Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam oemnerintahan.
f)
Hak atas setatus kewarganegaraan.
g)
Dan lain-lain.
Selain itu
peraturan tentang hak asasi manusia juga telah di atur tegas dalam
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia. Namun disekitar kita penerapan kedua Undang-Undang ini belum
dilaksanakan secara maksimal. Masih banyak terjadi pelanggaran hak asasi
manusia yang dilakukan baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi oleh
warga Negara Indonesia termasuk pelanggaran yang dilakukan oleh aparat
pemerintahan yang seharusnya melindungi hak asasi warga negaranya.
Menurut Todung Mulya Lubis (2005: 8) ketika
rezim Soeharto tersungkur pada 1998, banyak orang berilusi bahwa hak asasi
manusia akan menemui masa depan yang gemilang dan para pelaku pelanggaran hak
asasi manusia yang terjadi selama puluhan tahun akan bisa diseret ke
pengadilan. Nyatanya, sampai hari ini pelaku pelanggaran hak asasi manusia yang
dibawa ke pengadilan bisa dihitung dengan jari.
Pernyataan Todung
Mulya Lubis ini membuktikan pada kita bahwa memang perlindungan hak asasi di
Indonesia masih sangat memperhatinkan. Apalagi bagi warga Indonesia yang
menyandang disabilitas atau cacat (cacat mental, cacat fisik serta cacat fisik
dan mental).
Seperti yang ada pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1997 Tentang Penyandang Cacat menyatakan bahwa penyandang cacat adalah setiap
orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya,
yang terdiri dari: Penyandang cacat fisik,
Penyandang cacat mental, Penyandang cacat fisik dan mental.
Bagi mereka mungin
sangat sulit untuk melindungi hak asasinya selayaknya manusia normal lainnya.
Sering sekali kita melihat mereka yang penyandanng disabilitas ini yang
mendapat deskriminasi dan penyiksaan baik secara langsung maupun tidak langsung
walaupun sudah ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1997 Tentang Penyandang Cacat dan baru-baru ini di buat Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Right Of
Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat 3 menjelaskan pengertian dari deskriminasi adalah setiap pembatasan,
pelecehan, atau pengucilan, yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada
pembedaan manusia atau dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,status
sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang
berakibat pengurangan , penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan,
atau pengurangan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual,
maupun kolektif ddalam bidang politik,ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan lainnya.
Sedangkan penyiksaan di
jelaskan menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 4 adalah setiap perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat,
baik jaasmani, maupun rohani, pada seorang untuk memperoleh pengakuan atau
keterangan oleh seseorang atau orang ketiga dengan menghukumnya atas suat
perbuatan yang telah dilakukan atau di duga telah dilakukan, untuk suatu alasan
yang didasarkan pada setiap bentuk deskriminasi, apabila rasa sakit atau
penderitaan tersebut ditimbulkan oldeh, atas hasutan dari, dengan persetujuan,
atau sepengetahuan siapa pun dan/ atau pejabat politik.
Menurut Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang Penyandang Disabilitas Pengakuan,
perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas perlu diprioritaskan dan
harus di utamakan
dalam struktur kebijakan negara. Secara demografis, jumlah penyandang
disabilitas mengalami peningkatan. Namun kondisi itu tidak diimbangi dengan
pelembagaan sistem pelayanan yang memihak pada aspek kebutuhan dasar penyandang
disabilitas. Berdasarkan data terakhir dari WHO (2011) menyebutkan bahwa jumlah
penyandang disabilitas di dunia pada tahun 2010 adalah sebanyak 15,6 persen
dari total populasi dunia atau lebih dari 1 (satu) milyar. Jika penduduk
Indonesia saat ini sebanyak 247 juta jiwa, itu berarti jumlah penyandang
disabilitas berdasarkan estimasi WHO tersebut di atas adalah 37.091.000
jiwa.Tingkat prevalensi penyandang disabilitas pada tahun 2007 di Indonesia
adalah sebanyak 21,3 persen. Data World Bank (Pozzan, 2011) menyebutkan bahwa
sebanyak 80 persen penyandang disabilitas yang tinggal di negara berkembang
termasuk Indonesia mengalami kerentanan, keterbelakangan dan hidup di bawah
garis kemiskinan sehingga termarjinalisasi dalam bidang ekonomi, politik,
hukum, dan sosial budaya. Menurut catatan UN ESCAP (2009) dalam Apeace (2012),
di Indonesia tercatat 1.38 persen penduduk dengan disabilitas atau sekitar
3.063.000 jiwa.Angka ini merupakan jawaban pemerintah RI terhadap survey
UN-ESCAP tahun 2006 yang diperoleh dari Susenas 2006.
Dari
keseluruhan jumlah penyandang disabilitas di Indonesia ini mungkin hanya
sebagian yang bisa menggunakan hak-haknya seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang yang sudah dibuat pemerintah seperti yang di sebutkan diatas.
Sebagian lagi harus berjuang sendirian ditengah-tengah kerasnya hidup sebagai
penyandang disabilitas dengan deskriminasi dan pandangan rendah dari
orang-orang disekitarnya karena banyakl dari kita yang memang kurang menghargai
dan menghormati para penyandang disabilitas.
Sehingga Penyandang disabilitas tidak mendapat hak dan kesempatan yang sama
seperti warga negara lainnya. Penyandang disabilitas disamakan dengan orang
sakit, tidak berdaya sehingga tidak perlu diberikan pendidikan dan pekerjaan,
mereka cukup dikasihani dan diasuh untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu,
fasilitas berupa aksesibilitas fisik dan non fisik untuk penyandang disabilitas
relatif sangat terbatas sehingga menyulitkan mereka untuk bisa melakukan
kegiatannya secara mandiri
(Dipresentasikan
dalam FGD bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) “Urgensi Pembentukan Hukum
Nasional tentang Penyandang Disabilitas” Jakarta, 18 November 2014).
Padahal pemikiran yang seperti itu jelas salah. Kita harus menyadari
penyandannng disabilitas hanya manusia biasa. Sama seperti kita mereka tidak
mengharapkan terlahir dengan kekurangan. Untuk seharusnya pemerintahan Indonesia harus tegas terhadap pembuatan dan
pelaksanaan jaminan dalam melindungi hak asasi manusia (HAM) bagi penyandang disabilitas.
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab I Mengenai
Bentuk dan Kedaulatan Pasal 1 Ayat (3) Indonesia adalah Negara hukum. Itu
menandakan kita semua sama di hadapan hukum baik kita yang kaya, miskin, dalam
keadaan normal maupun dalam keadaan terkena disabilitas kita berhak mendapatkan
hak-hak kita seperti yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan-
peraturan hukum lainnya.
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat pemerintah dapat
membuat program dengan membuat:
a. Kesamaan kesempatan adalah
keadaan yang memberikan peluang kepada penyandang cacat untuk mendapatkan
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
b.
Aksesibilitasi adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat
guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek penghidupan ddan
kehidupan.
c.
Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
dalam penghidupan masyarakat.
d.
Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada penyandang cacat
yang tidak mampu yang bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan
taraf kesejahteraan hidupnya.
e.
Pemeliharaan taraf kesejahteraan
adalah upaya perlindungan dan
pelayanan yang bersifat terus-menerus, agar penyandang cacat dapat mewujudkan
taraf hidup yang wajar.
Dan sebagai warga Negara yang baik
kita dapat mendukung program-program yang di buat oleh pemerintah tersebut,
menghargai dan menghormati mereka tanpa ada perasaan yang merendahkannya dan
tindakan-tindakan lainnya yang dapat menjadi bentuk menjamin terpenuhinya hak
asasi manusia pada penyandang disabilitas.
KESIMPULAN
Dari paparan dan pembahasan ini,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa hak asasi manusia (HAM) sudah merupakan
bagian dari manusia itu sendiri. Manusia akan cenderung melindungi hak asasi
yang ada padanya. Namun disamping hanya melindungi hak asasinya sendiri manusia
juga harus menghormati dan menghargai hak asasi orang-orang disekitarnya.
Begitu juga dengan menghargai dan
menghormati hak asasi milik penyandang disabilitas. Karena bagaimanapun mereka
memerlukan perhatian yang lebih dari kita untuk menghargai dan menghormati hak
asasi yang ada padanya dibalik segala kekurangan mereka.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia telah mengatur dengan tegas mengenai hak
asasi manusia warga Negara Indonesia.
Bagi penyandang disabilitas selain
UU yang disebut diatas hak-hak mereka juga di jamin dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The
Right Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang
Disabilitas) dan Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997
Tentang Penyandang Cacat.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
El-Muhtaj, Majda.
2012. HAK ASASI MANUSIA dalam KONSTITUSI INDONESIA. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Husin, suady. 2013. CIVICS:
ILMU DAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Medan: Unimed Press.
Lubis, Todung
Mulya, 1993. In Search of Human Righhts: Legal-Political Dillemas of Indonesia’s New
Order, 1966-1990. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
__________________,
2005. Jalan Panjang Hak Asasi Manusia.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
SITUS INTERNET
Indah Triutami.2014. Persepsi
Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Sistem Pendidikan Segregasi Dan
Pendidikan Inklusi.
< http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/article/viewFile/3847/3080
>
Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang Penyandang Disabilitas
<http://parlemen.net/sites/default/files/dokumen/NA%20RUU%20Penyandang%20Disabilitas_13012015.pdf>
Urgensi Pembentukan Hukum Nasional tentang
Penyandang Disabilitas” Jakarta, 18 November 2014<http://www.parlemen.net/sites/default/files/dokumen/Materi%20Urgensi%20UU%20Penyandang%20Disabilitas_DPD.pdf >
PERATURAN
PERUDANG-UNDANGAN
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention on the
Right of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang
Disabilitas).
